Senin, 11 Februari 2008

KEMENANGAN BARACK OBAMA KEMENANGAN RAKYAT INDONESIA (1)

Judul tulisan ini mungkin mewakili harapan sebagian besar rakyat Indonesia, pada pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) bulan Nopember 2008 mendatang, walaupun sampai saat tulisan ini saya buat, kepastian menjadi kandidat presiden dari Partai Demokrat-pun masih dipertarungkan antara Barack Obama dengan Hillary Clinton. Namun tidak berlebihan kiranya menukil sekilas kehidupan salah satu calon presiden dari Partai Demokrat yang mulai populer di AS, mengingat hasil akhir pemilihan di berbagai negara bagian menunjukkan persaingan yang begitu ketat dengan calon lain dari kubu partai yang sama yaitu Hillary Clinton sudah mendekati babak akhir.
Uraian sekilas tentang Barack Obama kali ini (1) lebih difokuskan pada hubungan psikologis antara sang kandidat Barack Obama dengan Indonesia, sebagai tempat, negara ataupun rakyat yang pernah ia tinggali, kenali dan "bergaul" di masa kanak-kanak.
Barack Obama lahir di Honolulu pada tanggal 4 Agustus 1961 dari pernikahan Barack Hussein Obama seorang muslim kulit hitam asal Kenya, dengan ibunya, Aan Dunham seorang kulit putih di East West Center Hawai University Honolulu. Setelah iunya bercerai dengan Obama senior, Aan Dunhan menikah dengan pria Indonesia yang bernama Lolo Soetoro dan tinggal di kawasan Tebet Jakarta Selatan selama 3,5 tahun.
Rumah tinggalnya di Tebet yang sangat sederhana, hanya berkloset jongkok serta tidak ber AC. Di belakang rumahnya banyak ayam kampung peliharaan, sedangkan dekat jendela rumahnya bergelantungan jemuran pakaian. Pendidikan dasarnya dialami Barack Obama dengan bersekolah di SD Fransiscus Asisi serta SDN 01 Jalan.Besuki Menteng Jakarta Pusat. Beliau mengungkapkan pengalaman pendidikan dasarnya di Jakarta dengan menyebut "Kami tak punya cukup uang untuk dapat bersekolah yang berstandar internasional, sehingga masuk ke sekolah biasa, dan berteman dengan masyarakat Indonesia dari kalangan anak pembantu, penjahit maupun anak pegawai rendahan lainnya". Sewaktu ayah tirinya (Lolo Soetoro) keluar dari TNI dan masuk sebagai karyawan perusahaann minyak asing, secara berangsur-angsur kehidupan ekonominya mulai membaik.
Masa remaja dan SLTA nya dilalui dengan tinggal di Honolulu, yang kemudian menapaki pendidikan tinggi dengan kuliah di Columbia University, New York (1985) dan pendidikan paska sarjananya di selesaikan pada tahun 1991 di Harvard Law School Boston.
Karir politiknya dimulai dengan terpilihnya beliau pada tahun 1995 sebagai senator
di Negara bagian Illinois dan berkantor di Chicago. Pada tahun 2005 beliau terpilih sebagai senator di tingkat federal mewakili Negara bagian Illinois yang berkedudukan di Capitol Hill Washington DC. Saat dilantik sebagai senator pada tahun 2005, banyak masyarakat AS yang mulai memberikan perhatian serta pujian terhadap konsistensi sikap politiknya yang berpihak pada orang miskin di dunia (secara internasional). Banyak pihak menganggap kemuncullan Barack Obama, ibarat munculnya kembali John F Kennedy di masa hidupnya , bahkan kepopulerannya dinilai melebihi kepopuleran Bill Clinton dimasa berkuasa.
Saat Flu Burung melanda negara kita, Barack Obama mempelopori dukungan bantuan kesehatan dari pemerintah AS, melalui lobby diplomatik yang benar. Bahkan sempat mengusulkan agar pemerintah Indonesia, memperoleh bantuan untuk penanggulangan bencana yang banyak menimbulkan kematian.
Sungguh, kehadiran Barack Obama disambut dengan antusisme yang tinggi oleh rakyat Indonesia, yang mendambakan kebebasan, penyetaraan dan keadilan, apalagi beliau pernah tinggal di Indonesia, bergaul dengan anak rakyat jelata sambil mengejar ayam, mainan lumpur, berenang di sungai,
Bukanlah kelainan psikologis manakala, tidak menghapus ikatan emosional yang sulit untuk dilupakan oleh semua orang, termasuk beliau.
Seandainya Barack Obama kelak menjadi presiden, maka hal itu adalah kehendak serta atas ijin Tuhan, dan hanya Tuhan yang tahu "apakah hal itu merupakan yang terbaik bagi bangsa AS, bangsa Indonesia maupun umat manusia di seluruh dunia".
Saya dan anda mungkin termasuk yang berharap dan berdoa hal itu memang terjadi, karena hubungan silaturochim antar "hati nurani" memang tidak bisa dibohongi.

source ; Barack Obama, Menerjang Harapan dari Jakarta menuju Gedung Putih, UfukPress, 2007.

Selasa, 05 Februari 2008

TEMPOnya TEMPE

Seminggu terakhir ini headline di berbagai media tidak hanya memunculkan berita tentang perkembangan kesehatan Pak Harto, akan tetapi makanan kesukaan saya sejak kecil yang bernama "tempe" nimbrung popularitas dengan cara menghilang dari peredaran kesehariannya di pasar rakyat atau pasar tradisional.Para wartawan yang tidak memperoleh tugas untuk meliput situasi di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), di Cendana, di Giribangun, di nDalem Kalitan langsung tancap gas mencari "tahu" perihal tempe. (kata "tahu" dalam suasana kisruhnya tempe dapat bermakna ganda, karena temannya tempe yang ikut hilang bersamanya juga bernama "tahu", ada tahu tempe, ada tahu Sumedang, ada tahu petis, and last but not least, sebagai orang yang lahir di Kediri saya pasti mengenal tahu takwa).Perlu disimak, bahwa hilangnya si tempe dan tahu bukanlah masalah sepele, jangan-jangan memang ada yang membolak balik gorengan tahu, walaupun kita semua bakal tahu kalau tahu yang digoreng itu kalau dibalik (agar tidak gosong), jadinya ya tetap tahu. Beda dengan (maaf) pantat, kalau dibalik apa jadinya?.

Walhasil berita TV, tiga hari terakhir ini membeberkan hasil kerja teman-teman wartawan yang sukses mencari tahu penyebab hilangnya tempe dari singgasana lapak penjajaannya di pasar-pasar, karena melonjaknya harga bahan baku tempe yaitu kedelai yang tidak lagi mengenal peri kelezatan manusia, yaitu di atas 100%.Bulan lalu harga kedelai berkisar 3.500 rupiah per kilo, dan saat ini sudah berada di atas level harga 7.000 rupiah per kilo. Walaupun para pengusaha kecil tahu dan tempe sudah mensiasati agar produksinya jalan terus dengan cara mereduksi besarnya potongan-potongan tahu dan tempe sehingga menjadi lebih kecil dan harganya dinaikkan sedikit ke atas, namun tetap tekor alias rugi juga. Saking geramnya, sekelompok pengusaha kecil tahu dan tempe di kota Banyuwangi beramai-ramai melakukan "swiping" kepada semua kendaraan yang mencoba mengangkut dan membawa masuk produksi tahu dan tempe dari luar kota, karena dianggap tidak solider dengan harga di bawah biaya produksi nyata. "Weleh-weleh, wong tempe saja kok diobrak abrik melalui harga kedelai, gimana ini juntrungannya?", gerutu saya. Kalau ada pertanyaan kepada para importir kedelai (karena memang selama ini kita selalu mengimpor kedelai dari luar negeri), pasti jawaban klisenya muncul "karena harga kedelai di pasar internasional, terutama di Amerika Serikat memang sudah tinggi (naik)". Sama halnya dengan jawaban yang diterima para peternak gurem ayam ras, yang kelimpungan menghadapi kenaikan harga pakan, sementara harga ayam potongnya ikut turun gara-gara berita "flu burung yang tak kunjung mereda". Alasan produsen pakan ayam juga sama klasiknya yaitu "harga pakan ayam naik karena harga jagung (sebagai bahan baku utama pakan) di luar negeri terutama di Amerika Serikat, juga naik, sehingga kami juga ikut menaikkan harga pakan ayam untuk para peternak ayam kelas gurem".Masalah tempe bukan lagi sesederhana seperti di masa lalu, karena sudah menyangkut masalah harga di pasar internasional sehingga sudah menjadi komoditas global.Saya jadi ingat soal hak patent tempe itu sendiri yang memang sudah didaftarkan oleh Jepang di Kantor Patent New York AS. Saatnya tiba kelak (mungkin sesuai kesepakatan di dalam WTO yang sudah kita ratifikasi), walaupun soal bahan baku kedelai suatu saat tersedia dengan melimpah, (jangan-jangan) saya juga tidak semudah dulu lagi makan tempe, karena harus membayar "fee" terlebih dahulu kepada pemegang patent tempe.Sekarang, memang TEMPO-nya TEMPE untuk ikut berlaga mencari perhatian publik, atau memang sang tempe kembali dijadikan komoditas politik oleh sekelompok orang tertentu agar kiblat media tidak fokus disatu arah yaitu RSPP. He..he..saya tidak bermaksud mengingat-ingat ada tidaknya hubungan TEMPO dan TEMPE, karena enaknya tempe walaupun tanpa promosi wisata kuliner, TEMPO KAPAN SAJA TEMPE TETAP ENAK DIMAKAN DAN PERLU, jadi tempe tetaplah "uueenaaak tenaaan…dan ..mak nyuuus’ walaupun TEMPO-TEMPO harganya mahal seperti saat sekarang.Lho kenapa tempe dan tahu yang jadi sasaran?, Apakah tidak dipikir panjang bahwa kelangkaan kedelai akan menyebabkan sekian banyak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi para kuli dan pekerja kelas bawah di pabrik/ home industri tempe dan tahu itu sendiri?. Tidak saja Bung Karno yang marah dengan semangat patriotisme bangsanya, sehingga berpesan "jangan jadi bangsa tempe", akan tetapi kita dulu juga marah, diledek sporter kesebelasan Singapor dengan kalimat "gara-gara terlalu banyak makan tempe sehingga kesebelasan PSSI "Garuda" yang dimotori Iswadi Idris dan kawan-kawan pulang ke tanah air, tidak membawa piala kejuaraan.Inilah nasibnya tempe, sebagai makanan (yang dianggap) kecil dan sepele karena dikonsumsi oleh masyarakat bawah dan berimplikasi hanya pada rakyat miskin. Akan tetapi hendaklah selalu diingat bahwa masalah-masalah besar yang menimpa semua bangsa di dunia, berasal dari akumulasi masalah masalah (yang dianggap) sepele sebelumnya.Buktinya para pekerja yang terkena dan terancam PHK serta para pengusaha gurem dari industri tempe sudah hilang kesabarannya dan berdemo di depan Istana Negara. Mereka yang berdemo adalah pemakan tempe, dan pasti rakyat kecil yang tidak atau belum mampu membeli lauk selain tempe (karena memang dulu harganya murah).Mari kita bersama-sama waspada,…….karena Maslow telah mengingatkan kita, bahwa urusan perut bagi si miskin, memang nomor satu!.Mudah-mudahan penerima amanah untuk urusan perdagangan tempe di negeri ini segera dapat mengakhiri krisis kedelai di tanah air, dan "statemen press" presiden yang mengatakan pemberlakuan Bebas Bea Masuk Impor kedelai dari luar negeri BENAR-BENAR DAPAT DILAKSANAKAN DI LAPANGAN, (nggak usah ragu!!, walaupun Ibu Kepala Departemen Ekonomi Institut Pertanian Bogor dan pak Rizal Ramli yang mantan menteri ekonomi, berhitung sendiri antara kenaikan harga kedelai yang 100% lebih dan pembebasan Bea Masuk Impor hanya 10%), sehingga jangan sampai berdampak negatif pada KEBERSAMAAN yang sedang dibangun dan mulai menampakkan wujudnya.

Memang, sekarang TEMPO-nya TEMPE meminta perhatian.Pesan pak YB Sumarlin dan pak Emil Salim saat ditanya bung Rizal Malarangeng (di salah satu acara TV) tentang pesan ke depan berdasar pengalaman sukses menjadi bagian dari "TIM WIJOYONOMIC" mengatakan; " utamakan masalah mendasar menyangkut masalah pangan, dan yang penting jangan bekerja sendiri-sendiri, bekerjalah sebagai TIM YANG PADU, TERUTAMA YANG BERTANGGUNGJAWAB DI SEKTOR ITU IKUT DILIBATKAN".Komentar akhir saya "Memang benar tidak ada Superman, yang ada SUPER TEAM bahkan harus bisa ditingkatkan kinerjanya menjadi SUPER DREM TEAM!!" dan tidak sekedar bersama.Besok kita cari tahu dan tempe di tempatnya.....InsyaAllah sudah ada.

Jakarta, 17 Januari 2007Darsana Setiawan, e-mail ; darssetia@yahoo.co.idWeblog : http://omson.blogspot.com/ atau http://edukasipress.wordpress.com/ bisa juga http://darsanas.multiply.com/

HALAMAN PREAMBULE

Blog ini menjadi bagian dari upaya interaksi antar ALUMNI SMA NEGERI 1 KEDIRI, terlebih angkatan 1969 dimanapun berada.
Semoga jalannya komunikasi tersebut dapat berlanjut menjadi proses silaturochmi yang berkesinambungan, tidak sekedar melalui arisan, namun juga bisa melalui KONTAK BATHIN ELEKTRONIK secara virtual melalui weblog seperti ini.
Semoga teman-teman berkenan menyambut dan menyambung ikatan silaturochmi tersebut, sehingga menjadi suatu "REZEKI" seperti yang telah dituntunkan kepada kita bersama. Amien.